ZMedia Purwodadi

Sifat - Sifat Minyak Solar

Table of Contents
Sifat - Sifat Minyak Solar - Minyak solar ialah fraksi minyak bumi berwarna kuning coklat yang jernih yang mendidih sekitar 175-370° C dan yang digunakan sebagai bahan bakar mesin diesel. Umumnya, solar mengandung belerang dengan kadar yang cukup tinggi. 

Penggunaan solar pada umumnya adalah untuk bahan bakar pada semua jenis mesin diesel dengan putaran tinggi (diatas 1000 rpm), yang juga dapat digunakan sebagai bahan bakar pada pembakaran langsung dalam dapur-dapur kecil yang terutama diinginkan pembakaran yang bersih. Minyak solar ini biasa disebut juga Gas Oil, Automotive Diesel Oil, High Speed Diesel.


Sifat-Sifat Minyak Solar


Diantara sifat-sifat bahan bakar solar yang terpenting ialah kualitas penyalaan, volatilitas, viskositas, titik tuang dan titik kabut.

1. Kualitas Penyalaan
Kualitas penyalaan bahan bakar solar yang berhubungan dengan kelambatan penyalaan, tergantung kepada komposisi bahan bakar. Kualitas bahan bakar solar dinyatakan dalam angka cetan, dan dapat diperoleh dengan jalan membandingkan kelambatan menyala bahan bakar solar dengan kelambatan menyala bahan bakar pembanding (reference fuels) dalam mesin uji baku CFR (ASTM D 613-86). 

Sebagai 8 bahan bakar pembanding digunakan senyawa hidrokarbon cetan atau nheksadekan (C16H34), yang mempunyai kelambatan penyalaan yang pendek dan heptametilnonan (isomer cetan) yang mempunyai kelambatan penyalaan relatif panjang.

2. Volatilitas
Volatilitas bahan bakar diesel yang merupakan faktor yang penting untuk memperoleh pembakaran yang memuaskan dapat ditentukan dengan uji distilasi ASTM (ASTM D 86-90). Makin tinggi titik didih atau makin berat bahan bakar diesel, makin tinggi nilai kalor untuk setiap galonnya dan makin diinginkan dari segi ekonomi. 

Tetapi hidrokarbon berat merupakan sumber asap dan endapan karbon serta dapat mempengaruhi operasi mesin. Sehingga bahan bakar diesel harus mempunyai komposisi yang berimbang antara fraksi ringan dan fraksi berat agar diperoleh volatilitas yang baik.

3. Viskositas
Viskositas bahan bakar solar perlu dibatasi. Viskositas yang terlalu rendah dapat mengakibatkan kebocoran pada pompa injeksi bahan bakar, sedangkan viskositas yang terlalu tinggi dapat mempengaruhi kerja cepat alat injeksi bahan bakar dan mempersulit pengabutan bahan bakar minyak akan menumbuk dinding dan memebentuk karbon atau mengalir menuju ke karter dan mengencerkan minyak karter.

4. Titik tuang dan titik kabut
Bahan bakar solar harus dapat mengalir dengan bebas pada suhu atmosfer terendah dimana bahan bakar ini digunakan. Suhu terendah dimana bahan bakar solar masih dapat mengalir disebut titik tuang.  Pada suhu sekitar 10° F diatas titik tuang, bahan bakar solar dapat berkabut dan hal ini disebabkan oleh pemisahan kristal malam yang kecil-kecil. 

Suhu ini dikenal dengan nama titik kabut. Karena kristal malam dapat menyumbat saringan yang digunakan dalam system bahan bakar mesin diesel, maka seringkali titik kabut lebih berarti dari pada titik tuang.

5. Sifat-sifat lain
Sifat-sifat bahan bakar solar lainnya yang perlu juga diperhatikan ialah kebersihan, kecenderungan bahan bakar untuk memberikan endapan karbon dan kadar belerang. Bahan bakar solar harus bebas dari kotoran seperti air dan pasir. 

Adanya pasir yang sangat halus yang terikut bahan bakar solar dapat mengakibatkan keausan bagian injektor bahan bakar. Kadar abu dalam bahan bakar merupakan ukuran sifat abrasi bahan bakar. Kecenderungan bahan bakar solar untuk memberikan endapan karbon dan asap dalam gas buang dapat ditunjukkan dengan uji sisa karbon. 

Belerang dalam bahan bakar solar dapat mengakibatkan korosi pada sistem injeksi bahan bakar dan setelah pembakaran dapat mengakibatkan korosi pada cincin torak, silinder, bantalan dan system pembuangan gas buang. 


Sifat - Sifat Lain Minyak Solar

  • Tidak memiliki warna atau minyak solar dapat berwarna kuning mudan dan memiliki bau.
  • Minyak Solar tidak mudah menguap, pada temperatur normal (suhu ruangan) minyak solar tidak mudah untuk menguap.
  • Minyak Solar memiliki titik nyala api atau temperatur yang akan mulai terbakar pada suhu 40 C - 100 C. Jika dibandingkan dengan bahan bakar bensin, minyak solar memiliki titik nyala yang lebih tinggi karena bensin hanya memiliki titik nyala sekitar 10 C – 15 C.
  • Minyak Solar  memiliki temperatur nyala atau flash point (menyala sendiri pada suhu 350 C tanpa adanya percikkan bunga api. Dibandingkan dengan bahan bakar bensin, minyak solar memiliki flash point yang lebih rendah karena bensin memiliki flash point sekitar 380 C.
  • Minyak Solar   Memiliki berat jenis sekitar 0,82 sampai 0,86.
  • Tenaga panas atau nilai kalori yang dapat dihasilkan adalah 10.500 kcal/kg.
  • Memiliki kadar sulfur yang lebih banyak dibandingkan dengan bahan bakar bensin.

6. Cetane Number (Angka Cetane)
Pada mesin diesel kecepatan tinggi bahan bakar yang cocok digunakan adalah minyak solar. Faktor penting untuk menentukan banyaknya perbandingan kompresi maka pada bahan bakar bensin dikenal dengan istilah RON (Research Octane Number) seddangkan pada bahan bakar diesel (minyak solar) dikenal dengan istilah angka cetane (Cetane Number). 

Sifat-sifat detonasi (knocking) pada motor diesel ditunjukkan oleh angka cetane. Semakin tinggi angka cetane pada bahan bakar solar maka solar tersebut akan lebih mudah menyala.

Untuk menentukan angka cetane digunakan bahan bakar yang memiliki nilai standar yaitu memiliki campuran dari normal cetane (C16H34) dan memiliki jangka waktu pada periode pembakaran tertunda yang sangat pendek, dengan a-methyl naptalene (C16H7CH3) dalam satuan volume. 

Bahan bakar solar yang diukur akan dibandingkan dengan bahan bakar solar dengan nilai standar lalu perbandingan angka cetane yang dikandung dibanding dengan bahan bakar standar merupakan angka cetane dari bahan bakar solar yang diukur.

Klasifikasi Minyak Solar

ASTM (American Standard Testing and Material) membagi bahan bakar solar menjadi tiga grade, yaitu :
  • Grade No.1-D : suatu bahan bakar distilat ringan yang mencakup sebagian fraksi kerosin dan sebagian fraksi minyak gas, digunakan untuk mesin diesel otomotif dengan kecepatan tinggi.
  • Grade No.2-D : suatu bahan bakar distilat tengahan bagi mesin diesel otomotif, yang dapat juga digunakan untuk mesin diesel bukan otomotif, khususnya dengan kecepatan dan beban yang sering berubah-ubah.
  • Grade No.4-D : suatu bahan bakar distilat berat atau campuran antara siatilat dengan minyak residu, untuk mesin diesel bukan otomotif dengan kecepatan rendah dengan kondisi kecepatan dan beban tetap.

Spesifikasi Mutu Minyak Solar

Bahan bakar minyak yang dipasarkan harus memenuhi persyaratan teknis tertentu sesuai dengan kebutuhan penggunaannya yang disebut dengan spesifikasi. Dalam hal ini spesifikasi teknis bahan bakar sama di setiap Negara tergantung dari jenis dan tipe kendaraan. 

Spesifikasi nasional di setiap Negara dapat sedikit berbeda, karena perbedaan kondisi negara tersebut, seperti jenis dan populasi kendaraan, ketersediaan minyak bumi sebagai bahan baku, kemampuan kilang, sistem distribusi, faktor ekonomis dan peraturan keselamatan kerja dan lindungan lingkungan.

Bahan bakar kendaraan bermotor yang dalam hal ini bahan bakar minyak solar untuk kendaraan bermesin penyalaan kompresi (compression ignition engine) yang beredar di pasaran di Indonesia diatur dan dibatasi dengan spesifikasi yang ditetapkan oleh pemerintah (Direktorat Jendral Minyak dan Gas Bumi). 

Minyak Solar Yang Beredar Dipasaran

1. Solar 48
Bahan bakar solar 48 adalah bahan bakar yang mempunyai angka setana CN (Cetane Number) minimal 48. Mutu solar 48 ini dipasaran di Indonesia dibatasi dengan spesifikasi bahan bakar minyak solar jenis 48 sesuai dengan surat keputusan Direktur Jendral Minyak dan Gas Bumi Nomor 3675K/24/DJM/2006 tanggal 17 Maret 2006.

2. Solar 51
Bahan bakar minyak solar 51 adalah bahan bakar minyak solar yang mempunyai angka setana minimal 51 dengan kadar sulfur lebih sedikit dibanding solar 48. Kandungan sulfur solar 51 ini maksimal 0,05 % m/m atau 500 ppm sedang solar 48 maksimal 0,35 %m/m atau 3500 ppm. 

Mutu minyak solar 51 di pasaran di Indonesia dibatasi dengan spesifikasi bahan bakar minyak solar jenis 51 sesuai dengan surat keputusan Direktur Jendral Minyak dan Gas Bumi 22 No.3675K/24/DJM/2006 tanggal 17 Maret 2006.